Untouchable Mega Corruption?

Kasus Mega Korupsi Yang Sudah Sangat Transparan, dan Sangat Membebani Garuda. Kasus ini harus diusut karena sebesar US$ 470 juta dari US$ 748 juta utang Garuda berasal dari pembelian A330-300 tersebut. Artinya, Garuda hingga kini membayar utang hasil Mega Korupsi Mark Up, bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya.................

>>>Namun hingga saat ini belum tersentuh Aparat Penegak Hukum & Pemberantas Korupsi Republik Indonesia<<<

ADA APA DENGAN APARAT KITA?

MOHON DUKUNGAN MASYARAKAT & SEGENAP KARYAWAN GARUDA UNTUK MELAKUKAN KONTROL SOSIAL TERHADAP KASUS MEGA KORUPSI INI.

INFO PEDULI KITA

Jika kita memiliki info dan data-data sekitar kasus ini silakan mengirimkannya ke mega_dosa_garuda@yahoo.com kerahasiaan dan keamanan kita dijamin. "Kalau bukan kita siapa lagi?"

Saturday, April 28, 2007

'Usut mark-up pembelian Airbus oleh Garuda'

Bisnis Indonesia Sabtu, 28/04/2007

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/umum/1id3434.html

JAKARTA: Aparat penyidik diminta segera menindaklanjuti kasus dugaan korupsi dalam pembelian enam unit pesawat Airbus A330-300 oleh manajemen PT Garuda Indonesia periode 1988-1992.

"Timtastipikor Kejagung seharusnya bekerja lebih cepat mengusut kasus korupsi yang terjadi di BUMN, termasuk Garuda," ujar anggota Komisi III DPR Taufiqurrahman Saleh kepada Bisnis, baru-baru ini.

Dia mengingatkan Timtastipikor dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan dugaan kasus korupsi dalam tubuh manajemen BUMN, karena itu pengusutannya harus serius.

Sebelumnya, pihak Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) menilai bahwa semua data penting yang berkaitan dengan indikasi korupsi seperti pembelian pesawat Airbus ada di pihak internal Garuda. "Kalau serius, pihak penegak hukum pasti bisa mendapatkan data tersebut," ujar Humas Sekarga Tomy Tampatty.

Mencuatnya kasus tersebut berawal dari pembelian enam unit pesawat Airbus A330-300 selama periode 1988-1992 dengan harga saat itu US$214 juta per unit, sehingga total pembelian US$1,2 miliar. Sementara, harga pesawat jenis itu pada 2003 hanya US$140 juta, sehingga muncul dugaan mark- up US$74 juta per pesawat.

Tomy mengatakan jika Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dapat mengusut kasus Airbus karena asas retroaktif, Kejagung seharusnya proaktif. "Data-data dugaan korupsi di Garuda semua ada di Kejagung. Karena kasus itu bukan hanya Airbus saja, tapi masih banyak kasus lain yang harus diusut tuntas."

Oleh Afriyanto
Bisnis Indonesia

Tuesday, April 24, 2007

Berkas Korupsi Garuda Akan Diserahkan ke Kejagung



© 2006 - Transparency International Indonesia.
Jumat, 13 April 2007 14:50:41
Berkas Korupsi Garuda Akan Diserahkan ke Kejagung


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menerima berkas laporan dugaan korupsi pengadaan pesawat Airbus A330-300 senilai USD1,2 miliar.

JAKARTA (SNDO) –’’Kami belum menerimanya.Selain itu,perlu dipahami bahwa jika laporan itu masuk kepada kami akan dilimpahkan ke kejaksaan atau kepolisian,’’ jelas Juru Bicara KPK Johan Budi kepada SINDO, pukul 11.30 WIB,tadi siang.

Sebab,ungkap dia, KPK hanya bisa memproses laporan tindakan korupsi pada 1999 ke atas sesuai undang-undang. Ketua Bidang Humas Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) Tomy Tampaty meminta penegak hukum, baik dari Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serius mengusut penggelembungan harga (markup) transaksipembelian pesawat Airbus A330-300.

Tidak hanya kasus Airbus, menurut dia, berbagai kasus lain juga terjadi di Garuda. ’’Semua kasus harus diselesaikan secara tuntas dan siapa yang terbukti harus dikenai sanksi seberat-beratnya. Sementara, hasil korupsi harus dikembalikan ke Garuda,” ungkap Tong,yang dihubungi SINDO, pukul10.30, tadisiang.

Kerugian Garuda Indonesia diduga akibat mark updari transaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 pada periode 1988–1992. Berdasarkan data yang diperoleh, pada 1989 pesawat Airbus 330- 300 dibeli Garuda sekitar USD 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak USD1,2 miliar untuk enam pesawat.

Padahal, pada 2003, harga Airbus A330-300 adalah USD 140 juta. Penandatanganan transaksi tersebut dilakukan pada masa kepemimpinan mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda M Soeparno. Sekarga juga meminta kepada Menneg BUMN Sugiharto untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa dan meminta pertanggungjawaban Dirut,Direksi,dan Komisaris Utama saat ini dan segera menggantinya.

Sementara itu,Vice President Corporate Communication PT Garuda Indonesia Pjobroto mengakui, saat ini Garuda masih menghadapi beberapa permasalahan. Salah satu di antaranya adalah warisan utang yang cukup besar, yang hingga saat ini justru sedang terus diupayakan proses restrukturisasinya.

’’Melalui berbagai program penataan dan perbaikan yang dilaksanakan, Garuda telah berhasil menurunkan angka kerugian secara signifikan dari sekitar Rp811,3 miliar pada 2004, menjadi sekitar Rp688,4 miliar pada 2005, dan menjadi hanya sekitar Rp191,2 miliar pada 2006,’’ jelasnya.

Bahkan, lanjut dia, pada Januari–Februari 2007 ini, Garuda mampu membukukan keuntungan sebesar Rp131 miliar.Pujobroto mengatakan, kerja sama yang dijalin Garuda dengan Lufthansa System,misalnya,merupakan langkah terobosan yang strategis. Sebab, melalui kerja sama tersebut, kemampuan teknologi informasi (TI) Garuda akan dapat ditingkatkan setaraf dengan sistem TI penerbangan internasional lainnya.

Selama ini, TI Garuda sangat tertinggal dibandingkan perusahaan penerbangan internasional lainnya, padahal dalam bisnis penerbangan, keunggulan TI merupakan kunci untuk memenangkan persaingan ke depan. ’’Dalam kaitan dengan penjualan aset,perlu dipahami bahwa aset yang dijual merupakan aset-aset yang bersifat nonproduktif.” (helmi firdaus/arif budianto)

http://www.ti.or.id/news/8/tahun/2007/bulan/04/tanggal/13/id/820/?PHPSESSID=815a558c359d49c87f3cc16d9d4518e7

Friday, April 20, 2007

Garuda Diduga Gelembungkan Harga 6 Pesawat A 330

04/04/2007 15:22 WIB
Garuda Diduga Gelembungkan Harga 6 Pesawat A 330
Wahyu Daniel - detikcom

Jakarta - Diduga terjadi penggelembungan harga (mark up) pada pembelian 6 buah pesawat A330 seri 300 oleh PT Garuda Indonesia pada tahun 1998. Dugaan korupsi ini seharusnya diusut.

Dugaaan mark up ini disampaikan anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) yang juga pengamat penerbangan, Poltak Hotradero dalam seminar bertajuk "Korupsi di Tubuh Garuda Indonesia" di Front Row Cafe, Senayan, Jakarta, Rabu (4/4/2007).

"Berdasarkan data yang saya dapat, pada 1998 pesawat Airbus 330-300 dibeli oleh Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk 6 pesawat. Padahal di 2003, harga A330-300 adalah US$ 140 juta dari yang saya lihat di website Airbus," ujarnya.

Jadi menurut Poltak, ada penggelembungan harga yang cukup besar. "Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan. Ini harus diusut karena dampaknya sekarang adalah sebagian besar utang Garuda yaitu sebesar US$ 748 juta, US$ 470 juta-nya merupakan utang pembelian A330-300," ujarnya.

Poltak melanjutkan bahwa dalam hal ini berarti Garuda hingga saat ini membayar utang-utang hasil mark up yang terjadi. "Bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya," ujarnya.

Dengan utang-utangnya sekarang, Poltak mengatakan Garuda sebagai sebuah maskapai besar di Indonesia akan sulit untuk bersaing dalam rute internasional.

"Garuda Indonesia hanya mempunyai 9 pesawat untuk rute internasional, yaitu 6 pesawat A330 dan 3 pesawat Boeing 747, sulit untuk bersaing dengan maskapai asing yang juga beroperasi di Indonesia, padahal potensi Garuda sangat besar," ungkap dia.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari INDEF Avilliani mengatakan bahwa pemerintah harus turun tangan secara penuh dalam penyelesaian restrukturisasi utang-utang Garuda. "Pencarian strategic partner untuk Garuda tidak akan selesai jika pemerintah tidak memberikan jaminan bahwa akan menanggung utang-utang Garuda jika terjadi gagal bayar (default)," jelas dia.

Selain itu, menurut Aviliani, pemerintah bisa mengeluarkan obligasi yang bertujuan untuk menyelesaikan utang-utang ini.

Dia juga mengatakan bahwa pemerintah harus membantu negosiasi masalah utang Garuda dengan para debiturnya. "Garuda ini merupakan sebuah BUMN yang potensinya bagus, karena di Indonesia sendiri mereka menjadi pilihan utama. Jika mereka terus tersendat utang, bagaimana mereka bisa berkembang," imbuhnya.

Selain itu, Aviliani juga mengatakan pemerintah belum mempunyai visi yang sama untuk penyelesaian utang-utang Garuda. "Kita lihat bahwa antara Menteri BUMN dengan Menteri Keuangan belum ada visi yang sama, jika Menteri BUMN didesak untuk menyelesaikan utang Garuda, Menteri Keuangannya tidak secara penuh melihat hal ini," ungkapnya.

Karena itu, pemerintah juga harus berpandangan bahwa Garuda merupakan sebuah BUMN yang berpotensi dan harus dibenahi masalah utang-utangnya. "DPR juga harus mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan utang-utang Garuda, agar Garuda berkembang dan maju," jelasnya.

Memang, Poltak Hotradero juga mengatakan bahwa akan sulit untuk Garuda go public karena masalah utang ini. "Garuda harus menyelesaikan utang-utangnya agar bisa go public. Sebab dengan go public, mereka akan lebih transparan dan juga pemegang saham yang nantinya memiliki saham Garuda akan berusaha untuk memajukan Garuda dan bersaing secara internasional, tidak hanya diam di tempat seperti sekarang," ungkapnya.(dnl/asy)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/04/time/152229/idnews/763043/idkanal/10

Thursday, April 19, 2007

DUGAAN MARK UP PEMBELIAN AIRBUS A330-300- Soeparno: Jangan Cari Kambing Hitam


Sindo Edisi Sore Berita Utama Sore
DUGAAN MARK UP PEMBELIAN AIRBUS A330-300- Soeparno: Jangan Cari Kambing Hitam
Kamis, 19/04/2007

Mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda M Soeparno menyayangkan dirinya ikut terseret dalam dugaan mark up pembelian enam pesawat Airbus A330-300.

JAKARTA (SINDO) –’’Saat saya mulai menjabat di Garuda 1989, utang Garuda USD1,2 miliar dan saya tak pernah teriak-teriak. Saat pensiun 1992, utang (Garuda) tinggal USD100 juta. Perlu diingat bahwa saat itu Garuda merupakan maskapai terbesar di Asia Selatan,”ujarnya.

Pembelian enam pesawat Airbus tersebut, tutur Soeparno bukan urusannya. Sebab, transaksi pembelian Airbus (ketika dia menjabat) sudah dibatalkan pada 1992 atas permintaan Radius Prawiro (Menko Perekonomian saat itu). ’’Setelah itu bukan urusan saya. Saya hanya menjalankan rekomendasi dari Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN), yakni saat itu Pak Radius jadi Koordinator PKLN,”paparnya.

Pria yang kini menjadi Komisaris Utama PT Sarana Putra Nusantara ini menjelaskan bahwa kondisi ketika itu,setiap penyuplai produkproduk luar negeri –baik mobil maupun pesawat–sebagian besar dikuasai keluarga mantan Presiden Soeharto. Meski demikian, dia mengaku sempat mengusulkan agar pembelian bisa langsung ke pabriknya. ’’Karena tidak mau di-mark up, saya tidak mau selingkuh,”tukasnya.

Ada pun dugaan mark up yang terus didengungkan saat ini,Soeparno menegaskan bahwa tuduhan itu tidak benar.

’’Kalau tidak percaya, silakan saja cek harga pembelian pesawat oleh maskapai- maskapai lain.Jadi,tidak benar saya melakukan mark up.Lagi pula,hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan bahwa tidak ada penggelembungan pembelian pesawat,” jelasnya.

Soeparno menambahkan, pembelian pesawat bukan sepenuhnya inisiatif pribadinya. Dia tidak akan memutuskan sesuatu tanpa adanya izin dari penguasa. Ketika itu, Presiden Soeharto menyarankan untuk mengonsultasikan hal tersebut dengan BJ Habibie sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). ’’Kami tidak mungkin bergerak sendiri,”ujarnya.

Soeparno sepakat atas komitmen pemerintah dalam menegakkan supremasi hukum, asal dalam prosesnya tidak mengarah ke fitnah. Sebab, itu bisa merusak imej seseorang. Kalau memang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan penyelidikan, menurut dia, seharusnya lebih fokus kepada kebocoran nasional.

’’KPK kalau mau memeriksa bisa mengacu hasil investigasi yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW),” paparnya. Menurut manajemen Garuda saat ini,kontribusi pembelian enam unit Airbus A330-300 itu mencapai 62% dari total utang Garuda Indonesia saat ini.Dari utang yang tercatat sekarang sebesar USD 754 juta, sebanyak USD 470 juta merupakan utang pembelian enam unit Airbus 330 tersebut. (arif budianto)

Saturday, April 14, 2007

Polri Siap Usut Korupsi Garuda



Koran Seputar Indonesia
Sabtu, 14/04/2007

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/politik-hukum/polri-siap-usut-korupsi-garuda-3.html

JAKARTA (SINDO) – Mabes Polri mengaku siap menangani kasus dugaan korupsi PT Garuda Indonesia dalam pengadaan pesawat Airbus A330-300.

Kesiapan itu sebagai bagian dari kewajiban penyidik untuk menangani setiap laporan dugaan korupsi yang terjadi di Indonesia. ”Sebagai penyidik, kita siap untuk menindaklanjuti laporan korupsi yang terjadi dalam pengadaan pesawat oleh PT Garuda,” terang Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto kepada SINDO,kemarin. Sisno menjelaskan, pemberantasan korupsi merupakan salah satu program prioritas dari Mabes Polri.

Menurut dia, korupsi merupakan persoalan pelanggaran hukum akut yang melanda Indonesia sehingga dibutuhkan kesiapan optimal dari aparat kepolisian untuk menghadapinya. Namun, Sisno menyatakan, pihaknya masih belum mengetahui persis apakah laporan dugaan korupsi pengadaan pesawat itu telah sampai di meja penyidik. Tapi, lanjut dia, bisa saja kasus dugaan korupsi pembelian pesawat itu telah dalam tahap koordinasi antara Kabareskrim Polri dan KPK.”Hingga saat ini kita masih belum tahu sampai di mana proses hukum kasus tersebut, bisa saja Kabareskrim sedang mengoordinasikan penyelesaiannya dengan pihak KPK,” terangnya.

Sementara itu,Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Salman Maryadi belum bersedia berkomentar atas kasus tersebut. Menurut dia, pihaknya akan menelusuri kembali file kasus tersebut. ”Sudahlah, hari Senin saja, saya akan jawab persoalan itu,” ujarnya singkat. Diketahui, terjadi kerugian di PT Garuda Indonesia akibat dugaan mark up transaksi pembelian pesawat Airbus A330- 300, periode 1988–1992. Berdasarkan data yang diperoleh, pada 1989, pesawat Airbus 330- 300 dibeli Garuda sekitar USD214 juta per pesawat dengan nilai kontrak USD1,2 miliar, untuk enam pesawat.

Padahal, pada 2003, harga Airbus A330-300 hanya USD140 juta. Penandatanganan transaksi tersebut dilakukan di masa kepemimpinan mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda M Soeparno. Sementara itu,Ketua Bidang Humas Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) Tomy Tampatty mengatakan, data untuk Airbus ada di pihak Garuda. ”Jika serius,pihak penegak hukum pasti bisa mendapatkan data tentang korupsi Airbus,” katanya. Maka,lanjut dia,tanpa pelaporan pun, harusnya baik KPK maupun Kejaksaan Agung atau Polri hendaknya bisa mengorek data korupsi di Garuda.

Dia mengatakan, jika KPK tidak dapat mengusut kasus Airbus tersebut karena asas retroaktif, maka Kejagung harus proaktif. ”Bahkan, data-data korupsi di Garuda tersebut ada di Kejagung. Perlu diketahui, kasus di Garuda bukan hanya Airbus, tapi masih banyak dan itu harus diusut,” ujarnya. Menanggapi kasus tersebut, anggota Komisi III DPR Taufiqurrahman Saleh mengatakan, dengan adanya desakan dari serikat karyawan Garuda tersebut, hendaknya pihak kejaksaan serius menindaklanjuti kasus itu. Dalam hal ini, katanya, Timtastipikor Kejaksaan Agung dibentuk untuk menyelesaikan kasus korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN. ”Maka, pengusutan itu perlu dilakukan untuk keseriusan pemberantasan korupsi,” katanya.

Dia menambahkan, kinerja Timtastipikor tersebut nantinya akan memberikan gambaran pada masyarakat akan pemberantasan korupsi.”Jika pemberantasan korupsi tersebut dilakukan tanpa tebang pilih, rakyat akan sepakat bahwa ada kinerja yang signifikan. Tapi jika keseriusan tidak dilakukan, tanggapan masyarakat akan negatif,” katanya. Vice President Corporate Communication PT Garuda Indonesia, Pjobroto, mengakui, saat ini Garuda masih menghadapi beberapa permasalahan. Salah satu di antaranya adalah warisan utang yang cukup besar. (suwarno/kholil)

Friday, April 13, 2007

Berkas Korupsi Garuda Akan Diserahkan ke Kejagung




Sindo Edisi Sore Berita Utama Sore
Berkas Korupsi Garuda Akan Diserahkan ke Kejagung
Jum'at, 13/04/2007

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menerima berkas laporan dugaan korupsi pengadaan pesawat Airbus A330-300 senilai USD1,2 miliar.

JAKARTA (SNDO) –’’Kami belum menerimanya.Selain itu,perlu dipahami bahwa jika laporan itu masuk kepada kami akan dilimpahkan ke kejaksaan atau kepolisian,’’ jelas Juru Bicara KPK Johan Budi kepada SINDO, pukul 11.30 WIB,tadi siang.

Sebab,ungkap dia, KPK hanya bisa memproses laporan tindakan korupsi pada 1999 ke atas sesuai undang-undang. Ketua Bidang Humas Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) Tomy Tampaty meminta penegak hukum, baik dari Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serius mengusut penggelembungan harga (markup) transaksipembelian pesawat Airbus A330-300.

Tidak hanya kasus Airbus, menurut dia, berbagai kasus lain juga terjadi di Garuda. ’’Semua kasus harus diselesaikan secara tuntas dan siapa yang terbukti harus dikenai sanksi seberat-beratnya. Sementara, hasil korupsi harus dikembalikan ke Garuda,” ungkap Tong,yang dihubungi SINDO, pukul10.30, tadisiang.

Kerugian Garuda Indonesia diduga akibat mark updari transaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 pada periode 1988–1992. Berdasarkan data yang diperoleh, pada 1989 pesawat Airbus 330- 300 dibeli Garuda sekitar USD 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak USD1,2 miliar untuk enam pesawat.

Padahal, pada 2003, harga Airbus A330-300 adalah USD 140 juta. Penandatanganan transaksi tersebut dilakukan pada masa kepemimpinan mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda M Soeparno. Sekarga juga meminta kepada Menneg BUMN Sugiharto untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa dan meminta pertanggungjawaban Dirut,Direksi,dan Komisaris Utama saat ini dan segera menggantinya.

Sementara itu,Vice President Corporate Communication PT Garuda Indonesia Pjobroto mengakui, saat ini Garuda masih menghadapi beberapa permasalahan. Salah satu di antaranya adalah warisan utang yang cukup besar, yang hingga saat ini justru sedang terus diupayakan proses restrukturisasinya.

’’Melalui berbagai program penataan dan perbaikan yang dilaksanakan, Garuda telah berhasil menurunkan angka kerugian secara signifikan dari sekitar Rp811,3 miliar pada 2004, menjadi sekitar Rp688,4 miliar pada 2005, dan menjadi hanya sekitar Rp191,2 miliar pada 2006,’’ jelasnya.

Bahkan, lanjut dia, pada Januari–Februari 2007 ini, Garuda mampu membukukan keuntungan sebesar Rp131 miliar.Pujobroto mengatakan, kerja sama yang dijalin Garuda dengan Lufthansa System,misalnya,merupakan langkah terobosan yang strategis. Sebab, melalui kerja sama tersebut, kemampuan teknologi informasi (TI) Garuda akan dapat ditingkatkan setaraf dengan sistem TI penerbangan internasional lainnya.

Selama ini, TI Garuda sangat tertinggal dibandingkan perusahaan penerbangan internasional lainnya, padahal dalam bisnis penerbangan, keunggulan TI merupakan kunci untuk memenangkan persaingan ke depan. ’’Dalam kaitan dengan penjualan aset,perlu dipahami bahwa aset yang dijual merupakan aset-aset yang bersifat nonproduktif.” (helmi firdaus/arif budianto)

Thursday, April 12, 2007

Sekarga Minta Usut Kasus “Mark Up” Pesawat A-330-300

Sinar Harapan Kamis, 12 April 2007


Jakarta—Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) mendukung diusutnya kasus penggelembungan harga (mark up) dari transaksi pembelian pesawat Airbus A-330-300 pada periode 1988-1992 silam. “Kami sangat mendukung pengusutan kasus mark up itu karena sangat membebani perusahaan,” kata Ketua Sekarga Tommy Tampaty menjawab pertanyaan SH di Jakarta, Kamis (12/4).

Menurut Tommy, hanya melalui pembenahan berbagai kasus korupsi itu kinerja Garuda Indonesia bisa membaik. “Oleh karena itu, semua kasus yang merugikan perusahaan penerbangan negara itu harus diusut hingga tuntas,” katanya.

Di bagian lain, anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) Poltak Hotradero sebelumnya juga menyoroti kasus pengadaan pesawat Airbus A-330-300 semasa direktur utama Garuda Indonesia dijabat M Soeparno tersebut.

Menurut Poltak yang juga pengamat penerbangan, pada tahun 1989 pesawat Airbus 330-300 dibeli Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk enam pesawat. Padahal, pada tahun 2003, jika dilihat di website Airbus, harga A-330-300 adalah US$ 140 juta.

Dari data tersebut ada penggelembungan harga cukup besar. Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan. “Ini harus diusut karena sebesar US$ 470 juta dari US$ 748 juta utang Garuda berasal dari pembelian A330-300 tersebut. Artinya, Garuda hingga kini membayar utang hasil mark up, bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya,” tambah Poltak. (kbn)

Wednesday, April 11, 2007

Soeparno klarifikasi soal Garuda


Bisnis Indonesia Rabu, 11-APR-2007

JAKARTA: Mantan Dirut Garuda Indonesia M. Soeparno mengatakan kasus pembelian sembilan pesawat Airbus A-330-300 bukan menjadi tanggung jawabnya lagi karena MoU yang ditandatanganinya pada 1989 sudah dibatalkan oleh Tim PKLN.
"MoU tersebut sudah dibatalkan oleh Menko Ekuin Radius Prawiro," kata Soeparno kepada Bisnis, kemarin.

Tim Pembatasan Kredit Luar Negeri (PKLN) adalah tim yang diketuai Radius Prawiro ketika rasio utang pemerintah terhadap pendapatan (debt service ratio/DSR) sudah sangat tinggi pada 1991.

Menurut Soeparno, sembilan bulan setelah pembatalan MoU pembelian pesawat tersebut, dia diganti oleh Wage Mulyono dan diteruskan oleh Supandi.

"Kalau kemudian ada pimpinan Garuda yang melanjutkan MoU tersebut dan di-mark-up, maka hal itu sudah bukan tanggung jawab saya lagi." (Bisnis/ass)

Thursday, April 5, 2007

Kerugian Garuda Akibat Penggelembungan Harga Pesawat

Copyright © ANTARA
Posted on 05/04/07 00:23
URL: http://portal.antara.co.id/arc/2007/4/5/kerugian-garuda-akibat-penggelembungan-harga-pesawat


Jakarta (ANTARA News) - Kerugian Garuda Indonesia diduga sebagian besar akibat penggelembungan harga (mark up) dari transaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 pada periode 1988-1992 sehingga perlu dilakukan pengusutan.

Dugaan mark up ini disampaikan Poltak Hotradero, anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) yang juga pengamat penerbangan dalam talkshow bertajuk "Warisan Garuda yang tetap Membebani" bersama ekonom INDEF Avilliani dan Hasto Keristianto, anggota Komisi VI-DPR RI di Jakarta, Rabu.

"Berdasarkan data yang diperoleh, pada 1989 pesawat Airbus 330-300 dibeli Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk enam pesawat. Padahal pada 2003, jika di lihat di website Airbus, harga A330-300 adalah US$ 140 juta" ujarnya.

Menurut Poltak, ada penggelembungan harga yang cukup besar. Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan. Ini harus diusut karena sebesar US$ 470 juta dari US$ 748 juta utang Garuda berasal dari pembelian A330-300 tersebut.

"Artinya, hingga kini Garuda membayar utang-utang hasil mark up, bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya," ujarnya.

Dengan utang-utang itu, Garuda sebagai sebuah maskapai besar di Indonesia akan sulit untuk bersaing dalam rute internasional. Karena, Garuda Indonesia hanya mempunyai sembilan pesawat untuk rute internasional, yaitu 6 pesawat A330 dan 3 pesawat Boeing 747.(*)

Copyright © ANTARA
Posted on 05/04/07 00:23
URL: http://portal.antara.co.id/arc/2007/4/5/kerugian-garuda-akibat-penggelembungan-harga-pesawat

Garuda Tekor Gara-Gara Mark Up Pesawat!

http://www.rileks.com/ragam/detnews/5042007120022.html

Kerugian Garuda Indonesia diduga sebagian besar akibat penggelembungan harga (mark up) dari transaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 pada periode 1988-1992 sehingga perlu dilakukan pengusutan.

Dugaan mark up ini disampaikan Poltak Hotradero, anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) yang juga pengamat penerbangan dalam talkshow bertajuk "Warisan Garuda yang tetap Membebani" bersama ekonom INDEF Avilliani dan Hasto Keristianto, anggota Komisi VI-DPR RI, Rabu, di Jakarta.

"Berdasarkan data yang diperoleh, pada 1989 pesawat Airbus 330-300 dibeli Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk enam pesawat. Padahal pada 2003, jika di lihat di website Airbus, harga A330-300 adalah US$ 140 juta" ujarnya.

Menurut Poltak, ada penggelembungan harga yang cukup besar. Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan. Ini harus diusut karena sebesar US$ 470 juta dari US$ 748 juta utang Garuda berasal dari pembelian A330-300 tersebut.

"Artinya, hingga kini Garuda membayar utang-utang hasil mark up, bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya," ujarnya.

Dengan utang-utang itu, Garuda sebagai sebuah maskapai besar di Indonesia akan sulit untuk bersaing dalam rute internasional. Karena, Garuda Indonesia hanya mempunyai sembilan pesawat untuk rute internasional, yaitu 6 pesawat A330 dan 3 pesawat Boeing 747.

Sementara itu, econom dari INDEF Avilliani mengatakan, pemerintah harus turun tangan secara penuh dalam penyelesaian restrukturisasi utang-utang Garuda. "Pencarian strategic partner untuk Garuda tidak akan selesai jika pemerintah tidak memberikan jaminan bahwa akan menanggung utang-utang Garuda jika terjadi gagal bayar (default)" jelasnya.

Selain itu, menurut Aviliani, pemerintah dapat mengeluarkan obligasi yang bertujuan untuk menyelesaikan utang-utang ini. Pemerintah harus membantu negosiasi masalah utang Garuda dengan para debiturnya.

"Garuda ini merupakan sebuah BUMN yang punya potensi besar, karena bagi Indonesia , Garuda menjadi pilihan utama. Jika mereka terus tersendat utang, bagaimana mereka bisa berkembang," imbuhnya.

Aviliani menambahkan pemerintah belum mempunyai visi yang sama untuk penyelesaian utang-utang Garuda. DPR harusnya mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan utang tersebut agar Garuda berkembang dan maju.

"Kita lihat bahwa antara Menteri BUMN dengan Menteri Keuangan belum ada visi yang sama, jika Menteri BUMN didesak untuk menyelesaikan utang Garuda, Menteri Keuangannya tidak secara penuh melihat hal ini" ungkapnya.

Karena itu, pemerintah juga harus berpandangan bahwa Garuda merupakan sebuah BUMN yang berpotensi dan harus dibenahi masalah utang-utangnya.

Ditanya, bagaimana upaya DPR menyelesaikan kasus Garuda, Hasto Keristianto anggota DPR-RI Komisi VI mengatakan bahwa kasus penggelembungan harga ini diusut tuntas. DPR akan membantu upaya penyelesaianya.

"PDIP akan boikot anggaran Kementerian Meneg BUMN bila Meneg BUMN tidak bisa membongkar kasus-kasus lama yang sarat dengan KKN di perusahaan-perusahaan negara," tegas Hasto.

Poltak Hotradero menambahkan Garuda akan sulit untuk go public karena masalah utang ini. "Garuda harus menyelesaikan utang-utangnya agar bisa go public. Dengan go public, mereka akan lebih transparan dan pemegang saham yang nantinya memiliki saham Garuda akan berusaha untuk memajukan Garuda serta bersaing secara internasional, tidak hanya diam di tempat seperti sekarang" ungkapnya.[bbs/an/hep]

Wednesday, April 4, 2007

Masih Terbelit Utang, Garuda Susah Go Public

detikfinance Rabu, 04/04/2007 15:59

http://detikfinance.com/index.php/kanal.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/04/time/155932/idnews/763066/idkanal/4

Masih Terbelit Utang, Garuda Susah Go Public
Wahyu Daniel - detikfinance

Jakarta - Maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia bakal sulit mewujudkan niatnya untuk melepas saham ke publik alias go public. Semua itu karena belitan utang Garuda yang tak kunjung rampung.

Hal tersebut disampaikan anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) yang juga pengamat penerbangan, Poltak Hotradero dalam seminar bertajuk "Korupsi di Tubuh Garuda Indonesia" di Front Row Cafe, Senayan, Jakarta (4/4/2007).

"Garuda harus menyelesaikan utang-utangnya agar bisa go public, sebab dengan go public mereka akan lebih transparan dan juga pemegang saham yang nantinya memiliki saham Garuda akan berusaha untuk memajukan Garuda dan bersaing secara internasional, tidak hanya diam di tempat seperti sekarang," urainya.

Sementara pengamat ekonomi dari INDEF Aviliani menyarankan agar pemerintah turun tangan secara penuh dalam penyelesaian restrukturiasasi utang-utang Garuda.

"Pencarian strategic partner untuk Garuda tidak akan selesai jika pemerintah tidak memberikan jaminan bahwa akan menanggung utang-utang Garuda jika terjadi gagal bayar (default), jelasnya.

Aviliani menambahkan, pemerintah harus membantu negosiasi masalah utang Garuda dengan para debiturnya.

"Garuda ini merupakan sebuah BUMN yang potensinya bagus, karena di Indonesia sendiri mereka menjadi pilihan utama, jika mereka terus tersendat utang, bagaimana mereka bisa berkembang," imbuhnya.

Avilliani menilai pemerintah belum mempunyai visi yang sama untuk penyelesaian utang-utang Garuda ini.

"Kita lihat bahwa antara Menteri BUMN dengan Menteri Keuangan belum ada visi yang sama, jika Menteri BUMN didesak untuk menyelesaikan utang Garuda, Menteri Keuangannya tidak secara penuh melihat hal ini," ungkapnya.

Karena itu, pemerintah juga harus berpandangan bahwa Garuda merupakan sebuah BUMN yang berpotensi, dan harus dibenahi masalah utang-utangnya. "DPR juga harus mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan utang-utang Garuda, agar Garuda berkembang dan maju," jelasnya.

Dugaan Penggelembungan

Dalam kesempatan tersebut, Poltak juga mengungkapkan dugaan penggelembungan harga (mark up) pada pembelian 6 buah pesawat A330 serie 300 oleh PT Garuda Indonesia pada 1998.

"Berdasarkan data yang saya dapat, pada 1998 pesawat Airbus 330-300 dibeli oleh Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk 6 pesawat. Padahal di 2003 harga A330-300 adalah US$ 140 juta dari yang saya lihat di website Airbus," ujarnya.

Poltak menilai ada penggelembungan harga (mark up) yang cukup besar.

"Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan, ini harus diusut karena dampaknya sekarang adalah sebagian besar utang Garuda yaitu sebesar US$ 748 juta, US$ 470 jutanya merupakan utang pembelian A 330-300," ujarnya.

Poltak melanjutkan, dalam hal ini berarti Garuda hingga saat ini membayar utang-utang hasil mark up yang terjadi. "Bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya," ujarnya.

Dengan utang-utangnya sekarang, Poltak mengatakan Garuda sebagai sebuah maskapai besar di Indonesia akan sulit untuk bersaing dalam rute internasional.

"Garuda Indonesia hanya mempunyai 9 pesawat untuk rute internasional, yaitu 6 pesawat A330 dan 3 pesawat boeing 747, sulit untuk bersaing dengan maskapai asing yang juga beroperasi di Indonesia karena masalah pesawat ini, padahal potensi Garuda sangat besar," ungkapnya.


(dnl/qom)

MARK UP Utang Masa Lalu Gerogoti Kinerja Garuda Indonesia

Suara Karya Rabu, 4 April 2007

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=170021

JAKARTA (Suara Karya): Dugaan penggelembungan harga (mark up) atas pengadaan enam Airbus Garuda di masa lalu merupakan warisan utang yang tetap membebani keuangan perusahaan hingga kini. Kendati demikian, tudingan itu jangan sampai menimbulkan fitnah, karena hasil audit BPK tidak ditemukan adanya dugaan korupsi.

Anggota Komisi V DPR, Enggartiasto Lukito dan Kepala Bidang Kajian dan Kampanye Anti Korupsi dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Gunawan mengatakan, tuduhan itu akan menjadi kendala dan sangat mengganggu kinerja perusahaan jika tak ada bukti yang menguatkan.

Dikatakan, jangan sampai penyakit masa lalu harus ditanggung oleh para direksi di masa kini. Padahal Garuda adalah aset bangsa yang sangat diaharapkan mampu mendongkrak citra Indonesia di dunia internasional. "Semua pihak mestinya punya perhatian terhadap pemberantasan korupsi yang terjadi di masa lalu dan kini," katanya.

Berdasarkan data keuangan perusahaan penerbangan nasional itu, kerugian usaha Garuda disebabkan beban utang di masa lalu yang berasal dari transaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 yang diteken Moehamad Soeparno sebagai dirut 1988-1992.

Menurut Enggartiasto Lukito indikasi itu seharusnya diusut tuntas, apakah benar terjadi pelanggaran pidana, sehingga para pelakunya dapat dikejar pihak kejaksaan untuk mengembalikan uang hasil mark up-nya.

Kendati demikian Enggar mengakui, dari hasil audit BPK, tidak ditemukan adanya unsur korupsi dalam tubuh BUMN penerbangan itu. "Audit BPK tidak ditemukan pelanggaran tetapi bila melihat selisih kurs, tidak tertutup kemungkinan kasus itu dibuka kembali dengan melakukan audit investigasi," ujar Enggar.

Kepala Bidang Kajian dan Kampanye Anti Korupsi PBHI, Gunawan mengatakan, dugaan itu harus dibuktikan, jangan sampai ada fitnah. Selama ini orang hanya menduga dan mencurigai tapi tidak pernah menunjukkan bukti. "Itu juga akan menjadi masalah dan asal ngomong," tegasnya. (Syamsuri S/Rully)

Tuesday, April 3, 2007

Dugaan Mark Up Garuda Harus Dituntaskan

http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/03/time/153708/idnews/762618/idkanal/10

Detikcom
03/04/2007 15:37 WIB
Maryadi - detikcom

Jakarta - Penggelembungan harga atau mark up atas pengadaan 6 Airbus Garuda di masa lalu merupakan warisan utang yang tetap membebani keuangan perusahaan hingga kini. Seharusnya, pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai korupsi ini perlu diusut tuntas.

"Semua pihak, utamanya kepolisian, kejaksaan dan KPK, mestinya alert (punya perhatian) terhadap upaya pemberatasan korupsi ini," kata anggota Komisi V DPR Enggartiasto Lukito saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/4/2007).

Berdasarkan data keuangan perusahaan penerbangan nasional itu, terungkap bahwa kerugian usaha Garuda tersebut disebabkan beban utang di masa lalu yang berasal dari tansaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 yang diteken Moehamad Soeparno sebagai dirut 1988-1992.

Menurut Enggartiasto Lukito indikasi terjadinya korupsi di industri penerbangan nasional itu seharusnya diusut tuntas apakah benar terjadi pelanggaran pidana korupsi sehingga para pelakunya dapat dikejar pihak kejaksaan untuk mengembalikan uang hasil mark up-nya.

"Meskipun sebelumnya telah dilakukan audit BPK serta tidak ditemukan pelanggaran tetapi bila melihat selisih kurs, tidak tertutup kemungkinan kasus itu dibuka kembali dengan melakukan audit investigasi," ujar Enggartiasto.

Terkait dengan kasus tersebut, Kepala Bidang Kajian dan Kampanye Anti Korupsi PBHI, Gunawan mengatakan penangangan masalah pengusutan korupsi di tubuh Garuda, paling cepat lewat Kejaksaan dan KPK. Karena dua lembaga itulah yang langsung dapat melakukan penyidikan.

"Kalau lewat polisi, agak lama karena harus lewat penyelidikan, penyidikan dan diserahkan kepada kejaksaan. Kalau kejaksaan lembaga itu dapat langsung menetapkan sebagai tersangka," jelas Gunawan.(mar/mar)

Monday, April 2, 2007

Garuda Rugi Akibat Utang Warisan

Jakarta, 2/4 (ANTARA) - Kinerja PT Garuda Indonesia pada akhir 2006 masih
menunjukkan kinerja keuangnnya yang kurang baik, hal itu antara lain karena masih adanya warisan utang dari masa lalu.

Tingkat rata-rata cash flow per bulan mengalami kenaikan mencapai sekitar 13
persen per bulan atau 89 juta dolar AS dibanding tahun sebelumnya, tetapi kerugian pada perusahaan itu masih cukup besar atau mencapai Rp191,9 miliar, kata Kepala Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Keuangan, ESCOM, Oke F. Supit di Jakarta, Senin.

Dikatakan, berdasarkan data keuangan perusahaan penerbangan nasional itu, terungkap
bahwa kerugian usaha itu disebabkan beban utang di masa lalu yang belum terselesaikan.

Akibatnya, BUMN harus menanggung beban rugi Rp 191,9 miliar pada 2006, dan
sebelumnya pada 2005 kerugian itu mencapai Rp 362,1 miliar.

Walau beban rugi tersebut cenderung menurun, menurut salah satu sumber menyebutkan,
beban utang itu bermula dari pembelian pesawat Airbus (A-330) yang dibeli seharga US$660 juta pada 1989.

Pembelian A-330 pada saat itu bukan berasal dari anggaran sendiri, melainkan melalui
sebuah konsorsium Morgan Grenfell yang sanggup ‘menalangi’ pembayarannya. Kemudian
konsorsium itu membentuk model special purpose vechicle (SPV) dengan nama GIE ‘Sulawesi’.

Selain itu, Garuda Indonesia juga menjalin kerja sama serupa dengan grup Jepang
Yamasa dengan membentuk SPV yang bernama GIE ‘Sumatera’. Sehingga beban Garuda semakin berat karena setiap tahun harus membayar biaya operating lease yang cukup besar.

Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dalam dengar dengan Komisi V DPR belum
lama ini mengakui, jumlah utang perusahaannya hingga akhir 2006 tercatat US$748,05 juta, diantaranya US$470 juta merupakan beban utang pembelian pesawat A-330 tersebut. “Jadi kita tetap saja masih berutang,” ujarnya.

Adanya kredit bermasalah di Garuda itu merupakan masalah lama dan struktural yang
perlu penanganan secara baik, katanya.