Sinar Harapan Kamis, 12 April 2007
Jakarta—Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) mendukung diusutnya kasus penggelembungan harga (mark up) dari transaksi pembelian pesawat Airbus A-330-300 pada periode 1988-1992 silam. “Kami sangat mendukung pengusutan kasus mark up itu karena sangat membebani perusahaan,” kata Ketua Sekarga Tommy Tampaty menjawab pertanyaan SH di Jakarta, Kamis (12/4).
Menurut Tommy, hanya melalui pembenahan berbagai kasus korupsi itu kinerja Garuda Indonesia bisa membaik. “Oleh karena itu, semua kasus yang merugikan perusahaan penerbangan negara itu harus diusut hingga tuntas,” katanya.
Di bagian lain, anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) Poltak Hotradero sebelumnya juga menyoroti kasus pengadaan pesawat Airbus A-330-300 semasa direktur utama Garuda Indonesia dijabat M Soeparno tersebut.
Menurut Poltak yang juga pengamat penerbangan, pada tahun 1989 pesawat Airbus 330-300 dibeli Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk enam pesawat. Padahal, pada tahun 2003, jika dilihat di website Airbus, harga A-330-300 adalah US$ 140 juta.
Dari data tersebut ada penggelembungan harga cukup besar. Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan. “Ini harus diusut karena sebesar US$ 470 juta dari US$ 748 juta utang Garuda berasal dari pembelian A330-300 tersebut. Artinya, Garuda hingga kini membayar utang hasil mark up, bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya,” tambah Poltak. (kbn)