http://www.rileks.com/ragam/detnews/5042007120022.html
Kerugian Garuda Indonesia diduga sebagian besar akibat penggelembungan harga (mark up) dari transaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 pada periode 1988-1992 sehingga perlu dilakukan pengusutan.
Dugaan mark up ini disampaikan Poltak Hotradero, anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) yang juga pengamat penerbangan dalam talkshow bertajuk "Warisan Garuda yang tetap Membebani" bersama ekonom INDEF Avilliani dan Hasto Keristianto, anggota Komisi VI-DPR RI, Rabu, di Jakarta.
"Berdasarkan data yang diperoleh, pada 1989 pesawat Airbus 330-300 dibeli Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk enam pesawat. Padahal pada 2003, jika di lihat di website Airbus, harga A330-300 adalah US$ 140 juta" ujarnya.
Menurut Poltak, ada penggelembungan harga yang cukup besar. Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan. Ini harus diusut karena sebesar US$ 470 juta dari US$ 748 juta utang Garuda berasal dari pembelian A330-300 tersebut.
"Artinya, hingga kini Garuda membayar utang-utang hasil mark up, bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya," ujarnya.
Dengan utang-utang itu, Garuda sebagai sebuah maskapai besar di Indonesia akan sulit untuk bersaing dalam rute internasional. Karena, Garuda Indonesia hanya mempunyai sembilan pesawat untuk rute internasional, yaitu 6 pesawat A330 dan 3 pesawat Boeing 747.
Sementara itu, econom dari INDEF Avilliani mengatakan, pemerintah harus turun tangan secara penuh dalam penyelesaian restrukturisasi utang-utang Garuda. "Pencarian strategic partner untuk Garuda tidak akan selesai jika pemerintah tidak memberikan jaminan bahwa akan menanggung utang-utang Garuda jika terjadi gagal bayar (default)" jelasnya.
Selain itu, menurut Aviliani, pemerintah dapat mengeluarkan obligasi yang bertujuan untuk menyelesaikan utang-utang ini. Pemerintah harus membantu negosiasi masalah utang Garuda dengan para debiturnya.
"Garuda ini merupakan sebuah BUMN yang punya potensi besar, karena bagi Indonesia , Garuda menjadi pilihan utama. Jika mereka terus tersendat utang, bagaimana mereka bisa berkembang," imbuhnya.
Aviliani menambahkan pemerintah belum mempunyai visi yang sama untuk penyelesaian utang-utang Garuda. DPR harusnya mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan utang tersebut agar Garuda berkembang dan maju.
"Kita lihat bahwa antara Menteri BUMN dengan Menteri Keuangan belum ada visi yang sama, jika Menteri BUMN didesak untuk menyelesaikan utang Garuda, Menteri Keuangannya tidak secara penuh melihat hal ini" ungkapnya.
Karena itu, pemerintah juga harus berpandangan bahwa Garuda merupakan sebuah BUMN yang berpotensi dan harus dibenahi masalah utang-utangnya.
Ditanya, bagaimana upaya DPR menyelesaikan kasus Garuda, Hasto Keristianto anggota DPR-RI Komisi VI mengatakan bahwa kasus penggelembungan harga ini diusut tuntas. DPR akan membantu upaya penyelesaianya.
"PDIP akan boikot anggaran Kementerian Meneg BUMN bila Meneg BUMN tidak bisa membongkar kasus-kasus lama yang sarat dengan KKN di perusahaan-perusahaan negara," tegas Hasto.
Poltak Hotradero menambahkan Garuda akan sulit untuk go public karena masalah utang ini. "Garuda harus menyelesaikan utang-utangnya agar bisa go public. Dengan go public, mereka akan lebih transparan dan pemegang saham yang nantinya memiliki saham Garuda akan berusaha untuk memajukan Garuda serta bersaing secara internasional, tidak hanya diam di tempat seperti sekarang" ungkapnya.[bbs/an/hep]
Thursday, April 5, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment