detikfinance Rabu, 04/04/2007 15:59
http://detikfinance.com/index.php/kanal.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/04/time/155932/idnews/763066/idkanal/4
Masih Terbelit Utang, Garuda Susah Go Public
Wahyu Daniel - detikfinance
Jakarta - Maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia bakal sulit mewujudkan niatnya untuk melepas saham ke publik alias go public. Semua itu karena belitan utang Garuda yang tak kunjung rampung.
Hal tersebut disampaikan anggota Masyarakat Profesional Madani (MPM) yang juga pengamat penerbangan, Poltak Hotradero dalam seminar bertajuk "Korupsi di Tubuh Garuda Indonesia" di Front Row Cafe, Senayan, Jakarta (4/4/2007).
"Garuda harus menyelesaikan utang-utangnya agar bisa go public, sebab dengan go public mereka akan lebih transparan dan juga pemegang saham yang nantinya memiliki saham Garuda akan berusaha untuk memajukan Garuda dan bersaing secara internasional, tidak hanya diam di tempat seperti sekarang," urainya.
Sementara pengamat ekonomi dari INDEF Aviliani menyarankan agar pemerintah turun tangan secara penuh dalam penyelesaian restrukturiasasi utang-utang Garuda.
"Pencarian strategic partner untuk Garuda tidak akan selesai jika pemerintah tidak memberikan jaminan bahwa akan menanggung utang-utang Garuda jika terjadi gagal bayar (default), jelasnya.
Aviliani menambahkan, pemerintah harus membantu negosiasi masalah utang Garuda dengan para debiturnya.
"Garuda ini merupakan sebuah BUMN yang potensinya bagus, karena di Indonesia sendiri mereka menjadi pilihan utama, jika mereka terus tersendat utang, bagaimana mereka bisa berkembang," imbuhnya.
Avilliani menilai pemerintah belum mempunyai visi yang sama untuk penyelesaian utang-utang Garuda ini.
"Kita lihat bahwa antara Menteri BUMN dengan Menteri Keuangan belum ada visi yang sama, jika Menteri BUMN didesak untuk menyelesaikan utang Garuda, Menteri Keuangannya tidak secara penuh melihat hal ini," ungkapnya.
Karena itu, pemerintah juga harus berpandangan bahwa Garuda merupakan sebuah BUMN yang berpotensi, dan harus dibenahi masalah utang-utangnya. "DPR juga harus mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan utang-utang Garuda, agar Garuda berkembang dan maju," jelasnya.
Dugaan Penggelembungan
Dalam kesempatan tersebut, Poltak juga mengungkapkan dugaan penggelembungan harga (mark up) pada pembelian 6 buah pesawat A330 serie 300 oleh PT Garuda Indonesia pada 1998.
"Berdasarkan data yang saya dapat, pada 1998 pesawat Airbus 330-300 dibeli oleh Garuda sekitar US$ 214 juta per pesawat dengan nilai kontrak US$ 1,2 miliar untuk 6 pesawat. Padahal di 2003 harga A330-300 adalah US$ 140 juta dari yang saya lihat di website Airbus," ujarnya.
Poltak menilai ada penggelembungan harga (mark up) yang cukup besar.
"Persetujuan kontrak ini dibuat sepihak dan tidak transparan, ini harus diusut karena dampaknya sekarang adalah sebagian besar utang Garuda yaitu sebesar US$ 748 juta, US$ 470 jutanya merupakan utang pembelian A 330-300," ujarnya.
Poltak melanjutkan, dalam hal ini berarti Garuda hingga saat ini membayar utang-utang hasil mark up yang terjadi. "Bukan membayar utang karena kebutuhan ekonomisnya," ujarnya.
Dengan utang-utangnya sekarang, Poltak mengatakan Garuda sebagai sebuah maskapai besar di Indonesia akan sulit untuk bersaing dalam rute internasional.
"Garuda Indonesia hanya mempunyai 9 pesawat untuk rute internasional, yaitu 6 pesawat A330 dan 3 pesawat boeing 747, sulit untuk bersaing dengan maskapai asing yang juga beroperasi di Indonesia karena masalah pesawat ini, padahal potensi Garuda sangat besar," ungkapnya.
(dnl/qom)
Wednesday, April 4, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment