http://jkt1.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/03/time/153708/idnews/762618/idkanal/10
Detikcom
03/04/2007 15:37 WIB
Maryadi - detikcom
Jakarta - Penggelembungan harga atau mark up atas pengadaan 6 Airbus Garuda di masa lalu merupakan warisan utang yang tetap membebani keuangan perusahaan hingga kini. Seharusnya, pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai korupsi ini perlu diusut tuntas.
"Semua pihak, utamanya kepolisian, kejaksaan dan KPK, mestinya alert (punya perhatian) terhadap upaya pemberatasan korupsi ini," kata anggota Komisi V DPR Enggartiasto Lukito saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/4/2007).
Berdasarkan data keuangan perusahaan penerbangan nasional itu, terungkap bahwa kerugian usaha Garuda tersebut disebabkan beban utang di masa lalu yang berasal dari tansaksi pembelian pesawat Airbus A330-300 yang diteken Moehamad Soeparno sebagai dirut 1988-1992.
Menurut Enggartiasto Lukito indikasi terjadinya korupsi di industri penerbangan nasional itu seharusnya diusut tuntas apakah benar terjadi pelanggaran pidana korupsi sehingga para pelakunya dapat dikejar pihak kejaksaan untuk mengembalikan uang hasil mark up-nya.
"Meskipun sebelumnya telah dilakukan audit BPK serta tidak ditemukan pelanggaran tetapi bila melihat selisih kurs, tidak tertutup kemungkinan kasus itu dibuka kembali dengan melakukan audit investigasi," ujar Enggartiasto.
Terkait dengan kasus tersebut, Kepala Bidang Kajian dan Kampanye Anti Korupsi PBHI, Gunawan mengatakan penangangan masalah pengusutan korupsi di tubuh Garuda, paling cepat lewat Kejaksaan dan KPK. Karena dua lembaga itulah yang langsung dapat melakukan penyidikan.
"Kalau lewat polisi, agak lama karena harus lewat penyelidikan, penyidikan dan diserahkan kepada kejaksaan. Kalau kejaksaan lembaga itu dapat langsung menetapkan sebagai tersangka," jelas Gunawan.(mar/mar)
Tuesday, April 3, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment